JAKARTA – Sering kita mendengar kasus penarikan secara paksa kendaraan bermotor oleh juru tagih (debt collector atau ‘mata elang’) di jalan raya atau rumah pemilk kendaraan. Kasus-kasus ini masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
Dan, selama masa pandemi Covid-19 angka kredit macet kendaraan bermotor naik. Tentunya, akan timbul dampak buruk terhadap Non-Performing Financing (NPF) perusahaan-perusahaan pembiayaan.
Meski demikian perusahaan-perusahaan pembiayaan tidak boleh sewenang-wenang atau harus mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia dalam mengeksekusi atau menarik jaminan fidusia dalam hal ini kendaraan bermotor (motor atau mobil).
PT Federal International Finance (FIFGROUP) menyatakan selalu berkomitmen untuk mengedepankan cara-cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berupaya memitigasi terjadinya perbuatan-perbuatan yang berpotensi menjadi pelanggaran ataupun termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum.
“Dalam pelaksanaan bisnis pembiayaan yang berkaitan dengan konsumen, FIFGROUP selalu mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku, di mana setiap debt collector yang melakukan penarikan unit memiliki sertifikat dan surat kuasa dari perusahaan mitra yang bekerja sama dengan FIFGROUP,” kata Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, dalam webinar “Implikasi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 Terhadap Jaminan Fidusia dalam Tataran Teori dan Implementasi”, pada Kamis (24/06).
Setia menghimbau kepada seluruh pelanggan FIFGROUP untuk selalu berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit yang mengatasnamakan FIFGROUP. Pastikan kelengkapan identitas mereka yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti membawa kelengkapan dokumen yang sesuai dengan aturan berlaku.
Pada acara yang sama penyidik madya Bareskrim Polri, Kombes Pol Ario Gatut Kristianto, mengatakan ekskusi jaminan fidusia dapat dilakukan apabila terjadinya wanprestasi atau cidera janji terhadap perjanjian yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur, di mana tetap harus memperhatikan segala aspek hukum yang berlaku.
“Ada ketentuan pidana yang mengatur kreditur maupun debitur jika melanggar atau melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur pada pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 335, 368, dan 372,” ujarnya.
Sementara ahli hukum pidana dan akademisi, Chairul Huda, secara penerapan hukum dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia selama tidak adanya unsur kekerasan yang dilakukan maka tidak ada tindakan yang melanggar pidana.
“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan yang berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukannya serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya harus dilakukan secara persuasif dengan menghindari tindakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan bahkan perbuatan intimidasi,” saran doktor lulusan Universitas Indonesia tersebut. ##
Discussion about this post